Bencana Ekologis Butuh Kebijakan konkrit !!! Bukan Gimmick Politisasi

Salam adil dan lestari


Sumatera Barat kembali berduka. Bencana demi bencana (bencana alam dan bencana ekologis) berulang terjadi. Kali ini (11/5/2024), bencana banjir dan longsor melanda Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam dan Kabupaten Padang Panjang. Puluhan masyarakat meninggal dunia dan luka-luka, jumlah korban dan kerugian materil masih dalam proses pendataan resmi pemerintah. Semoga para korban dan keluarga diberi kekuatan dan kesabaran menghadapi situasi sulit ini, semua pihak telah saling bahu membahu memberikan dukungan dan bantuan. Insya allah, bencana ini dapat dilalui dan dihadapi bersama.


Menyikapi situasi tersebut, WALHI Sumatera Barat memberikan beberapa catatan :


1. Kami mengajak semua pihak untuk terus memberikan dukungan kepada korban dan keluarganya, baik materil maupun immateril. Dukungan kita semua, dalam bentuk apapun, akan sangat berarti bagi korban. Semoga tim SAR dan para relawan yang membantu para korban dalam keadaan sehat, korban yang masih hilang semoga segera ditemukan, dan semoga kita semua diberi kekuatan dan dilindungi yang maha kuasa, aamiin;


2. Bencana ekologis terus berulang, kini dampaknya kian parah. Bencana ini, harus dijadikan momentum untuk membangun dan menumbuhkan kesadaran kolektif. Bencana banjir dan longsor, tidak selalu soal ekstrimnya curah hujan, tetapi krisis ekologis yang terakumulasi. Aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan harus seimbang. Jika lingkungan terus diabaikan, maka kita akan terus menerus memanen bencana ekologis. Saatnya, kita semua meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan;


3. Perlu kita pahami bersama, ancaman bencana akan semakin meningkat karena perubahan iklim, alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan, termasuk pembangunan (investasi) yang mengabaikan kajian lingkungan hidup strategis dan aspek resiko bencana;


4. Bencana di kawasan lembah anai semestinya tidak terjadi. Kami menilai, bencana terjadi karena LALAI dan GAGALnya Pemerintah dalam melindungi dan melestarikan fungsi lingkungan, gagal dalam melakukan penataan ruang dan gagap dalam urusan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Risiko bencana ekologis di kawasan lembah anai telah sering diingatkan banyak pihak, bahkan rekomendasi-rekomendasi resmi telah diberikan kepada pemangku kebijakan;


5. BKSDA Sumbar harus bertanggung jawab atas pengelolaan Kawasan TWA Mega Mendung, baik karena kemungkinan kelalaian ataupun kesengajaan, yang menyebabkan adanya aktivitas atau kegiatan yang mengakibatkan perubahan terhadap ke utuhan kawasan dan kegiatan yang tidak sesuai fungsi zona TWA, serta tidak memadukan konsep pengelolaan TWA dengan pengurangan risiko bencana (analisis risiko bencana) secara utuh;



6. Gubernur Sumatera Barat dan Bupati Tanah Datar juga pihak yang bertanggungjawab terhadap bencana kawasan lembah anai, baik karena kemungkinan kelalaian, ataupun kesengajaan, yang menyebabkan pembangunan dan pemanfaatan ruang tidak berbasis pada kebijakan penanggulangan bencana secara utuh, termasuk belum selarasnya kebijakan penanggulangan bencana pada kebijakan pembangunan daerah. Pemerintah gagal dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana. Sebaliknya, masyarakat (langsung dan tidak langsung) ditempatkan pada situasi rawan bencana dan akhirnya menjadi korban dari bencana. Pemerintah harus betul-betul meninggalkan kebijakan yang menempatkan masyarakat dalam situasi rawan bencana, termasuk menghentikan secara permanen ide dan kebijakan pembangunan plaza di kawasan lembah anai yang dimunculkan pada akhir 2022 yang lalu;


7. Perlu disadari, secara geografis, Sumatera Barat berada pada kawasan rawan bencana, sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan rakyat. Masyarakat membutuhkan kebijakan konkrit, bukan laku gimmick penanggulangan bencana. Kegagalan pemerintah harus ditebus dengan kebijakan konkrit. Jangan lagi dipoles dengan gimmick politisasi bencana ekologis;


8. Tata ruang harus dijadikan instrumen legal untuk menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan, serta me-mitigasi bencana. Paradigma, RTRW hanya untuk melegalkan dan/atau mengakomodir investasi harus ditinggalkan. Pengaturan pola ruang yang hanya berfokus pada investasi hanya akan melahirkan bencana. Pendapatan daerah dari investasi dengan nilai kerugian dampak bencana jelas tidak se-imbang;


9. Lakukan audit lingkungan. Pemerintah harus segera melakukan audit lingkungan secara menyeluruh, terutama daerah-daerah bencana. Audit lingkungan yang kami maksud, tidak hanya pada usaha legal, termasuk dampak usaha illegal. Audit lingkungan juga harus dihindari pada sekedar prosedural dan ceklist dokumen, tetapi lebih jauh pada aspek hilangnya fungsi lingkungan dan kontribusinya pada bencana. Sehingga, kebijakan penanggulangan bencana berbasis data yang akurat dan akar masalah;


10. Setelah penanganan dampak bencana, perlu dilakukan evaluasi dan penataan ulang pemanfaatan-peruntukkan ruang kawasan lembah anai berbasis KLHS dan analisis resiko bencana. Kegiatan pemulihan kembali fungsi sempadan sungai penting dilakukan, termasuk meng-audit dan memulihkan hulu DAS;


11. Pemerintah harus ber-Nyali menegakkan regulasi dan kebijakan lingkungan hidup, tata ruang dan kebencanaan. Pelanggaran dan kejahatan lingkungan-tata ruang-kebencanaan tidak boleh ditolerir.



Mari kita tetap meningkatkan kesiapsiagaan, memperhatikan informasi resmi dan arahan dari pemerintah, semoga Sumatera Barat segera pulih dari bencana ekologis.


Hormat Kami Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Barat