Tambang Sirtukil Ilegal Lubuk Aluang Ancam Bencana, Pemerintah Provinsi Dan Penegak Hukum Kemana?

Siaran Pers Bersama WALHI Sumbar dan PBHI Sumbar

16 Juli 2024


Krisis Sungai Batang Anai, Tambang Sirtukil Ilegal Lubuk Aluang Ancam Bencana, Pemerintah Provinsi Dan Penegak Hukum Kemana?


Salam Adil dan lestari


Setiap Harinya Puluhan Eskavator mengeruk isi bumi untuk mengeluarkan pasir dan Batuan pada aliran sungai Batang Anai, tepatnya di Nagari Lubuk Aluang dan Nagari Balah Hilia. Perubahan bentang alam sudah semakin parah akibat aktivitas ini. Sungai dan sempadan hancur berantakan. Sungai Batang Anai telah lama menjadi sumber air bagi masyarakat dan ekosistem di sekitarnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sungai ini terancam oleh aktivitas tambang sirtukil ilegal yang marak terjadi. Meskipun kerusakan alam telah nyata terjadi, namun aktifitas tambang ilegal seakan tak tersentuh hukum karena sampai saat ini masih beraktivitas.


Pertambangan ilegal yang masif memiliki kecenderungan menimbulkan dampak kerusakan alam yang serius karena tidak ada mekanisme reklamasi dan pengelolaan limbah juga pemanfaatan bahan-bahan galian tambang tidak berada di bawah penguasaan negara sehingga tidak dapat dikendalikan.


Selain itu tambang ilegal juga menyebabkan persoalan lingkungan lainnya seperti erosi tanah di tepi sungai yang semakin parah, penurunan kualitas air (sungai menjadi keruh dan tercemar). Hal ini berakibat pada penurunan kualitas air dan rusaknya ekosistem di Sungai seperti hilangnya habitat ikan, meningkatkan risiko terjadinya banjir dan longsor, yang mana pernah terjadi di Nagari Lubuk Alung pada tahun 2024 dan pada musim hujan, bekas kerukan tanah Sirtukil hanyut dibawa arus air hujan dan masuk ke sawah milik warga. Masyarakat dan Pemerintah Nagari tak hanya diam melihat persoalan ini. Beberapa kali warga dan pemerintah Nagari melaporkan dan berkirim surat secara resmi kepada pemerintah namun hasilnya nihil. Pada Tanggal 13 November 2023 Wali Nagari Balah Hilia Bersurat ke Gubernur Sumatera Barat tentang Aktivitas Penambangan Tanpa Izin, kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Pada Tanggal 4 Desember 2023 Pemprov Sumbar melakukan Rapat Bersama ESDM dan SEKDA, dengan hasil dilaksanakan penertiban secara terpadu pada Tanggal 5 Desember 2024 dengan melibatkan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Lantamal TNI AL II Padang Lanud TNI AD Direskrimsus Polda Sumatera Barat, Dinas ESDM Prov Sumatera Barat, Koordinator Inspektur Tambang Kemen ESDM Penempatan Prov.Sumatera Barat, Kepala Kesbangpol Prov.Sumatera Barat, Kepala Satpol PP dan Damkar Provinsi Sumatera Barat, Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat.


Namun karena sanksi hanya berupa pemasangan plank larangan, tanpa adanya monitoring oleh pemerintah, kegiatan tambang masih tetap berlangsung. Akhirnya Masyarakat memutuskan untuk melaporkan kepada Presiden pada bulan April 2024, diwakili oleh Masyarakat Pemerhati Lingkungan (LSM AMUAK). Dari pengumpulan data lapangan bahwa kegiatan penambangan diduga melibatkan oknum militer dan Kepolisian sebagai pembackup, dan diperkirakan lebih dari 10 Penambang Ilegal dengan 10-15 Alat Berat.


Berdasarkan Analisa Hukum Lingkungan dan Kajian Spasial WALHI Sumatera Barat bahwa Aktivitas tambang sirtukil ilegal tersebut melanggar aturan perundang-undagan, baik administrasi maupun pidana. Pertama Pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu Pasal 158 disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,-


Kedua, bahwa Pertambangan yang dilakukan menggunakan alat berat tersebut diduga telah melampaui baku mutu Lingkungan sehingga melanggar Pasal 98 ayat (1) UU Minerba yaitu Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) (termasuk kelalaian/instansi pada pasal 99).


Ketiga, dari analisa peta pada Perda RTRW Nomor 5 Tahun 2020 tentang RTRW Padang Pariaman bahwa kegiatan pertambangan tidak sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang. Usaha dan/atau kegiatan memanfaatkan ruang yang telah ditetapkan tanpa memiliki persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang (KKPR) yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang serta memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dari pejabat yang berwenang yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang yang mengakibatkan kerugian harta benda dan/atau kematian orang dengan Pidana penjara paling lama 15 tahun denda paling banyak Rp. 8 miliar ( Pasal 61 huruf A Undang-undang Penataan Ruang).


Keempat bahwa mengacu kepada Peraturan Menteri PUPR No.28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, bahwa Pasal 22 wilayah sempadan sungai, hanya dapat dimanfaatkan secara terbatas untuk bangunan prasarana sumber daya air, fasilitas jembatan dan dermaga, jalur pipa gas dan air minum, rentangan kabel listrik dan telekomunikasi atau kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi sungai antara lain menanam sayur-mayur, dan bangunan ketenagalistrikan.


Kelima, pengabaian ( violence by ommision ) dan tidak adanya pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat atas masifnya aktifitas tambang ilegal tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi manusia. Pada dasarnya, lingkungan hidup menjadi salah satu aspek fundamental dalam keberlangsungan kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


Aspek fundamental tersebut diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 sebagai berikut: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.


Pasal 9 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, “setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.


Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menegaskan: “Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.


Kemudian sikap abainya pemerintah provinsi terhadap aktifitas tambang ilegal juga juga akan menciderai semangat dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air untuk :

a; memberikan perlindungan dan menjamin hak rakyat atas air;


b. menjamin keberlanjutan ketersediaan air dan sumber air agar memberikan manfaat secara adil bagi masyarakat;


c. menjamin pelestarian fungsi air dan sumber air untuk menunjang keberlanjutan pembangunan;


d. menjamin terciptanya kepastian hukum bagi terlaksananya partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap pemanfaatan sumber daya air mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pemanfaatan;


e. menjamin perlindungan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk masyarakat adat dalam upaya konservasi air dan sumber air; dan


f. mengendalikan daya rusak air secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.


Berangkat dari situasi tersebut diatas, maka WALHI Sumatera Barat dan PBHI Sumatera Barat mendorong :

1. Adanya penegakan hukum yang serius dan tegas atas aktifitas tambag ilegal yang terjadi di Sungai Batang Anai. Dari peristiwa diatas harusnya sudah cukup petunjuk bagi penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) melakukan penegakan hukum terhadap pertambangan Sirtukil ilegal yang melanggar aturan hukum terkait ( Pidana pertambangan, Pidana Tata Ruang, Pidana LH, dan Sumber Daya Air ).


2. Selanjutnya Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumbar agar sesegera mungkin melakukan upaya Koordinasi dan kolaborasi dengan penegak hukum untuk menemukan bukti bahwa telah dilampauinya baku mutu lingkungan hidup akibat aktivitas pertambangan. Penegakan Hukum seharusnya mampu memberikan efek jera bagi pelaku, apalagi pertambangan dilakukan secara massif menggunakan alat berat. Kerusakan tersebut akan semakin parah dan akan berdampak terhadap potensi kerusakan bagi sarana prasarana sumber daya air, serta kesehatan masyarakat sekitar. Terakhir Dalam rangka memitigasi dampak bencana yang lebih besar akibat pertambangan sirtukil ilegal tersebut, sehingga upaya tegas harus diambil oleh seluruh stakeholder sesegera mungkin, berkaca kepada kejadian bencana banjir dan longsor di beberapa daerah di Sumatera Barat (Lembah Anai).


3. Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat beserta jajarannya harus menunjukkan penyelenggaraan pemerintah yang baik dengan menerapkan prinsip adanya jaminan atas hak semua orang untuk bisa meningkatkan taraf hidup melalui cara-cara yang adil dan inklusif serta prinsip penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian. Hak asasi manusia akan dijunjung tinggi dan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat juga diperhatikan.


Narahubung :


Tomtom: 081288202488 (WALHI Sumbar)

Indah : 083117638606 (WALHI Sumbar)

Farid : 0812-6627-9658 (Divisi Pendidikan PBHI Sumbar)